Foto: Junior Zamrud

Arada Emir Jordan: Upaya Ruang Kreatif bersama Panche Hub

Panche Hub Coffee & Art Space

Panche Hub Coffee & Art Space

PRICE

OPEN
Sun — Tue           8 am — 11 pm
Thu — Sat            8 am — 11 pm
Wed                     Closed
SERVE
Coffee
Snack

Facilities

Art & Creative Space
Working Space
Smoking Area
Backyard
Wifi

Contact

@panchehub

Tumbuh dan perkembang di banyak daerah yang berbeda-beda adalah cerita panjang dari seorang Emir, sapaannya hari-hari. Perpindahannya ke beragam kota karena pekerjaan orang tua yang mengharuskan bermukim sesuai arahan pekerjaan. Kuala Kapuas jadi kota kelahiran dari seorang Arada Emir Jordan. Latar belakangnya ini juga yang jadi jawaban, mengapa Ia pada akhirnya menyukai akan alam dan lingkungan. Karena masa kecil, Ia sendiri terbiasa berada sekitaran hutan, ditambah akan isu-isu kelestariannya.

Pindah dari Kalimantan, Emir juga pernah tumbuh di kota-kota lain, antaranya Pulau Rempang yang berada di pinggir laut Batam, Kepualauan Riau. Ia juga pernah tinggal di Pagaralam yang mana berada di sisi pegunungan. Membayangkan bagaiamana Ia membawa diri dari perbedaan hidup antara di pinggir laut dan di sisi gunung. “Penyesuaiannya beda banget sih, dari nada bicara warga pinggir pantai berubah jadi cara ngomong yang tinggal di pegunungan.” Belum selesai Ia menyesuaikan diri di Pagaralam, setahun kemudian Emir pindah lagi karena Ia di masukkan ke pesantren oleh orang tuanya di daerah Indralaya.

Usia beliau dan terus berpindah-pindah mengajarkannya banyak hal tentang menjadi manusia seutuhnya. Sekolah pesantren juga menunjukannya cara bertahan hidup. Banyak sekali penagalaman yang tak akan pernah Ia lupakan semasa di asrama kala itu. Selesai di pesantren, Ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama di Indralaya, yang mana jadi masa-masa Emir meranjak dewasa dan mengenal sepak bola sampai sempat memenangkan Liga Pendidikan Indonesia kala itu. Kemudian Ia melanjutkan Sekolah Menengah Atasnya di Gelumbang.

Dulu banyakin ikut organisasi eksternal kampus, karena gak nyita banyak waktu kan, jadi penting banget karena selain main sambil belajar juga bangun relasi relasi baru

Pengalamannya sejak dini akan adaptasi yang terus Ia usahakan, membentuk satu karakter yang dipahaminya sampai hari ini. Emir merasa pentingnya proses perjalanan hidupnya adalah tetang kemandirian yang Ia pegang teguh. Sangat terasa semasa Ia masuk ke Perguruan Tinggi, dimana Ia berkuliah sambil bekerja demi bisa membiayai sekolah lanjutannya itu. “Dulu banyakin ikut organisasi eksternal kampus, karena gak nyita banyak waktu kan, jadi penting banget karena selain main sambil belajar juga bangun relasi relasi baru”, ungkapnya. Tujuannya, bisa jadi mendatangkan rezeki baru.

            Ada banyak kerja paruh waktu yang dulu pernah Ia tempuh, misalnya jadi waitress. Emir juga pernah bekerja jadi ojek online, dan juga sambil berjualan kaos-kaos branded di online shop, Ia juga masih berorganisasi ekstrenal kampus saat itu, karena jadi ruang belajar yang di kemudian hari membawanya ke bidang bisnis, persisi seperti yang Ia tekuni sampai hari ini. Dari obrolan-obrolan santai, bermain sambil belajar, Emir melihat peluang dan menekuni bisnis FnB bisa di usahakan.

            Berbekal tabungan yang seadanya, Ia coba membuka angkringan di penghujung tahun 2019. Namun bertahan setengah tahun, angkringan ini tidak berlanjut karena urusan hati. Saat itu Emir sedang menjalani hubungan dengan pasangannya yang berkuliah di daerah seputaran Depok. Walaupun terkesan klise, momen ini lah yang mengantarkannya ke pulau Jawa dan secara tidak langsung, Ia juga bisa banyak melihat pattern dalam berbisnis dan perilaku konsumen, terlebih menyoal food and beverage itu sendiri. Keberangkatannya ke Depok juga mengantarnya sampai ke kota Bandung dan Yogyakarta.

            Kurang lebih satu bulan lamanya Ia berkelana di pulau seberang, sembari meresap banyak hal antara tiga kota besar tadi. Apa lagi, lokasi-lokasi yang Ia sabangi penuh dengan anak muda di usia produktifnya pada kota tersebut. “Pas lagi di Yogyakarta, kita gak bingung pilihan destinasinya, banyak acara di kedai-kedai kopi sekitaran, kita tinggal dateng aja tiap hari, ada aja kegiatannya.cerita Emir berpengalaman beberapa hari di sana. Hal ini juga yang menginspirasinya kelak, ketika Panche Hub hadir dan menyajikan beragam kegiatan yang telah di suguhkan sampai hari ini.

            Rasa penasaran sekaligus sedikit kecewa hadir bersamaan saat Emir pulang ke kotanya sendiri, dimana mengingat Palembang penuh dengan tantangannya dan punya pembeda dengan kota-kota yang baru saja disabanginya belakangan. Momen ini juga yang kemudian jadi suatu rezeki, ketika seorang teman mengajak untuk membuka kedai kopi. Berfokus pada free space dan bentuk-bentuk campign lainnya dipersiapkan demi memfasilitasi ruang kreatif bisa berinteraksi dan membangun lingkungan masif di kota ini.

“Panche atau 'panjang cerito', dapet dari kisah orang dulu. Penyebutan kursi panjang dari bambu, banyak orang duduk disitu sambil nikmatin waktu, ngobrol dan punya banyak cerita yang panjang.”

            Bersandar dari pengalamannya berkunjung ke pulau Jawa kala itu jadi sangat penting untuk bisa mengupayakan apa yang jadi keresahan, di tambah masa kuliah yang jadi bekalnya berorganisasi dan memiliki banyak keterbatasan refrensi, Emir dan temannya mengusahakan suatu konsep dengan nama Panche Hub. Nama ini Ia dapat hasil diskusi dengan seorang teman yang punya pengalaman di bidang seni dan kebudayaan.

            Singkatnya, “Panche itu dapet dari kisah orang dulu. Penyebutan kursi panjang dari bambu, banyak orang duduk disitu sambil nikmatin waktu, ngobrol dan punya banyak cerita yang panjang.” pungkas Emir. Mengambil dari konteks ini, dengan pendekatan kearifan lokal, kata ‘Panche’ juga bisa di tautkan sebagai kepanjangan ‘panjang cerito’ ala orang Palembang. Emir menyematkan kata ‘Hub’ yang konteknya ingin ‘menghubungkan’ antara seni dan juga kebudayaan. Di tambah, sepanjang pengalaman hidupnya yang dekat dengan alam juga jadi fokuny sepanjang hidup. Kuat dengan konsep inilah yang di ambil dan jadi nama usahanya, bidang makanan dan minuman jadi produknya.

            Tepatnya, pada Oktober tahun 2020 Panche Hub hadir di saat dunia masih dalam nuansa pandemi yang belum juga berkesudahan kala itu. Kesiapan yang sudah dirancang, sejalan dengan konsep yang dikedepankan kedai kopi ini. Panche Hub mengusung Eco Green dan jadi bentuk campaign-nya. Kita bisa lihat, mulai dari penggunaan cup yang sudah menggunakan teknologi oxo-biodegradable plastics, dimana plastik model ini akan hancur dalam ukuran kurang lebih 6 bulan pemakaian. Penggunaan meja dan kursi di tempat ini juga diolah mandiri jadi barang-barang furniture.

            Keseluruhan, Panche Hub punya makna filosofis yang bisa kita amini dari penggunaan logo. Melihat huruf ‘P’ dan di posisikan biji kopi terbelah menandakan simbol ‘Yin & Yang’ bermakna keseimbangan. Simbol ini jadi spirit bagi Panche Hub dalam menghubungkan antara seni, budaya, dan juga alam, namun punya ukuran bisnis yang berkelanjutan. “Mau bagaimanpun juga, secara konsep kita mau memajukan hal-hal bersifat kreativitas dan juga isu-isu seputar alam, tempat ini adalah lahan bisnis yang bisa menghidupi lingkungannya, sebagai ekosistem yang kami maknai, ungkap Emir menutup percakapan dengan cl-ue siang itu.

Artikel Oleh:  Junior Zamrud

Related Post

Contact us

    SOUTH SUMATERA LIFESTYLE AND CREATIVE MAGAZINE

    Contact Us!