Foto: Junior Zamrud

Satrio Rimbawanto: Pahitnya Espresso berujung Morning Ego

Satrio Rimbawanto: Pahitnya Espresso berujung Morning Ego​

PRICE

OPEN
Sun Mon
8 am — 10 pm
SERVE
Coffee
Snack

Facilities

Smoking Area
Fingerboard Arena
Working Space
Wifi

Contact

@morningego

Perkenalannya dengan kopi memang telah Ia mulai sedari dini, dengan membiasakan menyeruput secangkir kopi jadi kebiasaannya sejak dulu. Namun, permulaannya akan kopi pahit yang lebih intim Ia awali sejak pengalamannya memesan espresso ketika Ia dan sang Istri sedang berbulan madu di pulau Bali pada 2018 silam. Sembari menikmati momen berdua sebagai pasangan sah, berkeliling dan menyempatkan singgah ke beberapa café dan juga coffeeshop.

Salah satunya, saat itu sampailah mereka ke daerah ‘Kampung Ayah’ hasil penelusuran di Instagram. Tiba di lokasi, ternyata tempat ini berada dalam gang yang punya pintu masuk sangat kecil. Setelah pintu dibuka, disambut oleh bodyguard berbadan besar dan terlihat ramai sekali orang-orang berada di dalam coffeeshop tersebut. Momen yang tidak bisa Ia lupakan saat itu. Tempat ini jadi pilihan Satrio dan Istri karena banyak orang yang mengabadikan momen jadi pilihan destinasi.

“Waktu itu, karena banyak banget menu yang ada dan karena biasa minum kopi, akhirnya pesan minuman yang sering dibaca tapi belom pernah di beli sebelumnya, secangkir espresso”, cerita Satrio berkenalan lebih jauh dengan kopi. Coffeeshop pilihannya saat itu terbilang speedbar, dimana edukasi akan produk tidak begitu dikedepankan. Alhasil, secangkir espresso dan segelas air dingin dan satu loki berisi gula cair sampai di mejanya. Tanpa bekal dan pengetahuan yang memumpuni, diteguklah dengan espresso itu dan sudah pasti bukan kepalang terkejutnya Satrio akan rasa pahit yang luar biasa dirasakan.

Mulai saat itu, sepulangnya dari bulan madu Ia kelilingi banyaknya coffeeshop di Palembang untuk bisa tahu lebih jauh tentang espresso“Pokoknya waktu itu diminumin aja terus walaupun pahit banget, karena gak ngerti dan sepenasaran itu sama espresso yang banyak peminatnya”. Dari situ, Ia banyak mengunjungi beberapa pilihan coffeshop yang jadi tempatnya untuk tahu lebih jauh akan perkopian yang ternyata tidak hanya sekedar rasa pahit, gaya hidup yang juga jadi perhatiannya kemudian.

Semakin lama, kerasa sih habis juga duit kalo keliling terus maen ke Coffeeshop kan, akhirnya nyicil beli alat kopi sendiri

Di antaranya, Ia mengunjungi Inspirasi Coffee yang berlokasi di Kenten Permai 1. Di sini Ia banyak mendapatkan pengetahuan baru tentang Kopi itu sendiri. Selain itu, Beskabean juga jadi destinasinya mempelajari kopi lebih jauh. “Ibaratnya, bagi pemula yang mau nyoba ngopi tanpa gula kayaknya emang wajib sih dateng ke Beskabean. Karena hasil seduhannya engga neko-neko”. Akhirnya, secara perlahan Satrio mulai nyaman dan bisa menerima juga menikmati rasa pahit dari secangkir espresso.

Karena pengalamannya mencari tahu bagaimana sensasi pahit ini bisa dinikmati, Satrio juga perlahan tertarik dengan Manual Brew. “Asik juga sih ternyata ada metode buat kopi less sugar dan tanpa mesin”. Andalannya, Ia sangat menikmati Japanese Ice Coffee karena punya sensasi rasa buah dan sedikit asam. Namun, ada perasaan lain yang muncul saat dimana Ia terus menyelami perkopian ini.

“Semakin lama, kerasa sih habis juga duit kalo keliling terus maen ke Coffeeshop kan, akhirnya nyicil beli alat kopi sendiri”, pungkasnya. Berjalananya waktu, semakin banyak alat yang di punya oleh Satrio, ditambah hasil menjelahi perkopian ini menghasilkan ruang pertemanan baru yang mendukungnya menciptkan ruang kemungkinan untuk memulai lebih jauh lagi, tidak hanya sebagai penikmat tapi juga sebagai yang menyajikan. Bersama lima temannya, Satrio memberanikan diri untuk membuka kedia kopi pada tahun 2019 di bilangan terminal pasar Perumnas dengan nama ‘Mas Ganteng’. Nama ini didapat dari hasil gubahan pertemanan mereka berlima.

Namun kedai kopi ini hanya bertahan kurang lebih satu tahun lamanya. Ditambah saat itu masa pandemi yang tidak kunjung usai jadi tantangannya sendiri. Akhirnya Satrio coba menjual kopi botolan dengan nama ‘Kopi Menir’. Kemudian Ia juga mulai eksplorasi untuk membuka kedai kopi baru lagi di daerah rumahnya. Muncullah nama ‘Titik Hitam’ sebagai kedai kopi rumahan yang bertempat di Lorong Rawa Bebek, Kalidoni. Namun tempat ini juga kurang lebih bertahan sekitar satu tahun lamanya. Satrio punya buah pikir, Ia harus mengembangkan target pasarnya lebih luas dan memindahkannya di sebrang perumahan PHDM, namun dengan nama kedai yang baru.           

 
Pindah itu sama aja kayak mulai dari baru lagi. Walaupun Morning Ego udah punya loyal customer tapi tetep aja energinya kayak memulai suatu hal dari nol

Saat itu lah, nama ‘Morning Ego’ hadir untuk pertama kali dipenghujung tahun 2020. Nama kedai kopi ini Ia pilih sebagai upayanya dalam menjawab tantangan hidup. Karena disaat Ia untuk pertama kalinya membuka kedai kopi pada 2019 silam, juga sebagai pilihannya untuk tidak lagi bekerja di sektor formal. Morning Ego adalah tanda, sebagai pengingat untuk terus bertahan dengan cara yang Satrio pilih dengan sendirinya. Tentu, hidup adalah sebuah pilihan-pilihan. Ia memilih untuk terus mengembangkan minat dan bakatnya menjadi peluang bisnis dibidang FnB yang Ia tekuni.       

Tujuh bulan berselang, Morning Ego ramai di kunjungi saat itu. Satrio paham betul, bagaimana menyajikan kedai kopi antar komunitas jadi ruang komunikasi bagi pengunjung. Ia bisa meramu tongkrongan-tongkrongan anak muda yang pulang disekitaran lokasi Morning Ego. Namun dengan berat hati, Satrio bersama kedai kopinya harus pindah karena satu dan lain hal. Perjalananya berlanjut ke tempat baru di bilangan Kandang Kawat.

Konsep yang dimiliki Morning Ego memang punya kesan retro yang jadi ciri khasnya. Kita bisa lihat dari pemilihan interior yang ada di dalam kedai kopi ini. Terlebih, tempat kedua dari Morning Ego sendiri adalah rumah tua bergaya arsitektur Melayu-Cina. Sangat cocok sebagai representasinya mengenalkan Morning Ego di tempat yang baru. Satrio juga mengembangkan Morning Ego sebagai lokalisasi beragam komunitas, di mana banyak orang juga mengenalnya sebagai artist di bidang street art.

Perjalanan Satrio bersama kedai kopi di tempat barunya ini bertahan selama kurang lebih dua tahun. Banyak cerita yang terjalin, beragam kegiatan berlangsung di tempat ini. Namun kembali lagi, Morning Ego harus perpindah ketempat yang baru. Tepatnya, pada awal tahun 2023 ini jadi lokasi ketiga bagi Satrio membawa pindah Morning Ego untuk bisa terus hadir di Palembang. Lokasinya berada di jalan Amgar, Lorok Pakjo (samping kantor TVRI). “Pindah itu sama aja kayak mulai dari baru lagi. Walaupun Morning Ego udah punya loyal customer tapi tetep aja energinya kayak memulai suatu hal dari nol”, ungkap Satrio.

Mungkin akan berbeda ceritanya, ketika apa yang tengah dihadirkan oleh Satrio bersama Morning Ego adalah bukan tentang kopi beserta turun-turunannya. Fenomena kedai kopi dan slowbar-nya serta dunia artisan yang memang terdengar harum belakangan jadi nilai bagi kita yang mengikuti perkembangannya. Satrio bercerita “awal memulai kedai kopi ini hadir bukan dari kaca mata bisnis, tapi dari interaksi yang berjalin di dalamnya”. Dari kopi, ada banyak cerita yang inspiratif dan jadi bekal dalam menjawab tantangan hidup.

Bagi Satrio sendiri, “kopi ngajarin diri sendiri tentang gimana kita mengaplikasikannya jadi secangkir yang bisa dinikmatin, mirip pandangan hidup yang bertahap, ya tentang proses”. Ia mengumpamakan, terkadang hidup memang harus banyak dibenahi, bukan karena kita sengaja berbuat kesalahan, tapi karena ada perilaku-perilaku buruk yang harus kita buang. Ia mendapatkan buah pikir ini ketika sedang membuat kopi. “Yang tadinya sudah merasa pas tapi ternyata memang masih ada kesalahan, bisa jadi pada ukuran gilingan, atau juga pada suhu airnya”, ungkapnya. Kopi benar-benar mengajarkannya tentang proses, akan suatu hal yang bertahap demi tahap. Tidak lain adalah tentang konsistensi.

Kopi bukan hanya tentang rasa pahit yang bisa kita temui tiap seruputannya. Ada banyak obrolan-obrolan yang bisa menjembatani pengalaman-pengalaman hidup manusia. Kopi telah lama jadi cerminan tentang pandangan duniawi. Kopi yang menaungi gaya hidup hari ini banyak mewakili semangat zaman yang mengungguli, bahkan lebih dari itu. Kopi adalah medium, perantara akan hal-hal yang telah melampaui.

Artikel Oleh:  Junior Zamrud

Related Post

Contact us

    SOUTH SUMATERA LIFESTYLE AND CREATIVE MAGAZINE

    Contact Us!