Illustration: Bobby Aland

Effort Musisi Lokal: Melihat Pandangan Musisi Lokal dalam Berkarir di Palembang

Kehadiran musisi memang membawa warna dan kehidupan baru ke dalam industri musik. Namun seperti halnya musisi di kota kota lain, dibalik hadirnya musisi muncul tantangan yang tak terelakan seperti halnya musisi lokal dengan banyak dinamika kota tempat mereka berkarya. Khususnya untuk Kota Palembang, meskipun menjadi salah salah satu kota besar di Indonesia, Palembang masih kalah bersaing dengan kota-kota seperti Jakarta, Bandung dan banyak Kota lainnya di Pulau Jawa dalam hal infrasruktur  dan kehadiran industri musik dengan ekosistem yang kuat.

 

Dalam artikel ini, kita akan mengajak musisi lokal Palembang untuk berbagi pengalaman mereka berkarir serta pandangan mereka terhadap ekosistem industri musik di Kota Palembang.

Yolanda Syafrilia

Vokalis Riouth Band
  1. Gimana kamu melihat perkembangan industri musik di Palembang sekarang dan dalam beberapa tahun terakhir?

– Industri musik saat ini perubahannya signifikan ya dibanding jaman 2000an dulu. Bisa di bilang semua akses sdh terbuka sekarang mau itu di Palembang atau di kota lain. Jadinya susah susah gampang buat nembus pasar nasional. Gampangnya skrg akses sosmed itu udh terbuka luas jadi bisa promo karya dari sisi manapun. Dan berkarya juga jadi lebih explore.

Susahnya, karna mudahnya akses, jadi flow industri musik juga ngalirnya cepet banget. Karya musik terus bergulir, cepet booming cepet juga tenggelamnya. Jadi balik lagi harus punya karya yg everlasting jd bisa diinget orang jangka panjang. Bukan musiman.


  1. Menurutmu apa tantangan utama yang dihadapi musisi di Palembang dalam mengembangkan karier mereka?

– Tantangan utama mental sih. Karena bermusik itu memang asik tp harus juga serius dan konsisten. Karena dalam jalanin prosesnya itu ga mudah. Jd mental kita berkali kali di tempa. Karena ada aja kejadian dalam prosesnya yg kadang bikin down dan banyak yg stuck disitu dan akhirnya berhenti.


  1. Gimana menurut kamu dukungan masyarakat kota Palembang,pemerintah serta elemen lainnya terhadap musisi di Palembang?

– Hm hahaha agak berat nih. Dukungan masyarakat terhadap musisi Palembang sih 50:50 lah ya. Ada yg support ada juga yang justru menjatuhkan (fakta di lapangan). Kondisinya skrg kalo boleh jujur, kalo belum punya nama besar di Ibukota, di Palembang masih agak sulit di hargai sih. Hanya segelintir orang yg paham dan mensupport musisi lokal walaupun mereka bukan seorang musisi.

Untuk dukungan pemerintah so far masih aman. Karena ijin konser juga sudah berjalan kan, mgkin lebih ke dukungan ke musisi lokalnya aja pengennya di tingkatin lagi kayak jaman dlu ngadain kompetisi musik yg acaranya diadakan dibawah naungan pemerintah yg berujung bisa lanjut ke taraf nasional.


  1. Apakah ada kegiatan atau komunitas musik yang aktif di Palembang yang membantu memperkuat ekosistem musik lokal?

– Untungnya ada. Ada lumayan banyak. Itulah segelintir orang yg mensupport musisi lokal Palembang ya. Mereka nyiapin wadah untuk para musisi lokal tampil bawain lagu karya mereka masing-masing.


  1. Gimana pandanganmu terhadap peran media dalam mempromosikan musik dan musisi di Palembang?

– Peran media dalam promo musik itu gede banget. Krn setelah berkarya kita pengen karya kita nyampe ke orang lain kan. Dan itu harus di promosikan lewat media apapun. Yg paling kenceng sosmed sih sekarang, dan media media lainnya juga berpengaruh banget.

Alfcobain

Alfcobain (Solo) Lead Vocal (The G.R.O.S.S)

1. Gimana kamu melihat perkembangan industri musik di Palembang sekarang dan dalam beberapa tahun terakhir?

Menurutku saat ini palembang baru beranjak hidup lg ya, karena banyak band – band baru yg lahir dengan pembawaan dan packaging yg makin baik dari tahun” sebelum nya namun belum banyak. Permasalahan di industri musik adalah  masyarakat di Palembang, terutama anak” muda belum aware dengan band band lokal sehingga antusias nya pun masih minim, di sisi ini lah hambatan  perkembangan industri nya kalo di palembang.

 

2. Menurutmu apa tantangan utama yang dihadapi musisi di Palembang dalam mengembangkan karier mereka?

Kalo berbicara tantangan  menurutku adalah bagaimana cara nya kita menciptakan karya yg tetap pada jalur yg kita inginkan namun publik dapat menerima dan tertarik dgn itu.  Banyak aspek yg bisa kita kaji lagi untuk menarik minat publik untuk mendengarkan karya” kita.

 

3. Gimana menurut kamu dukungan masyarakat kota Palembang,pemerintah serta elemen lainnya terhadap musisi di Palembang?

Masih sangat sangat minim, maka menurut saya suatu jalan yg efektif apabila beberapa band yg memiliki karya sendiri selalu berusaha untuk membuat lingkaran dan pesta nya sendiri. Para penyelenggara event pun belum begitu paham perihal perlakuan terhadap musisi lokal, kita masih sering di lihat hanya sebagai penampil saja padahal ada bbrp musisi yg lebih hanya dari sekedar penampil.

 

4. Apakah ada kegiatan atau komunitas musik yang aktif di Palembang yang membantu memperkuat ekosistem musik lokal?

Sejauh ini komunitas atau wadah yg ada belum terlalu signifikan dan belum terlalu efektif untuk band – band lokal.

 

5. Gimana pandanganmu terhadap peran media dalam mempromosikan musik dan musisi di Palembang?

Menurutku media terbagi menjadi 2 ya, yaitu media sidestream dan mainstream. sidestream sangat membantu ya bagi para musisi dan seniman lain nya..karna info yg di sediakan juga bersifat info-info yg jarang di liput oleh media mainstream yg lebih mendahulukan berita yg memberikan eksistensi dan keuntungan material untuk mereka

 

Satriyo Prakoso

SUMAR, Youth Generator, SPARK

1. Gimana kamu melihat perkembangan industri musik di Palembang sekarang dan dalam beberapa tahun terakhir?

Menarik. Dibandingkan satu dekade lalu, band-band di Palembang khususnya di ranah independen sudah semakin mengerti harus melakukan apa. Hal ini pun tidak terlepas dari apa yang sudah dikerjakan band-band terdahulu.

Masih sangat begitu jelas di memori saya ketika di sekitar tahun 2010-an menonton band-band seperti Chicken Shit Flower, Crickets Chirping, Rat Eat Soap, Elisabeth Town, Bunny Hook, dll di beberapa gig mandiri lokal, acara kompetisi skateboard, bahkan pensi sekolah. Dan beberapa lagu dari band tadi berhasil menembus media lokal seperti radio dan TV. Kekaguman saya bertambah ketika CSF melakukan tur mandiri Jawa-Bali di tahun 2009 kalau tidak salah. Di kepala saya saat itu muncul sebuah pemikiran bahwa di ranah independen pun sebuah band mampu melakukan hal-hal tersebut.

Lewat beberapa tahun setelahnya kancah musik semakin seru dengan kemunculan dua nama yang kemudian berhasil “meletakkan” kembali nama Palembang di peta musik nasional: ((AUMAN)) dan Semakbelukar. Jikalau meletakkan dianggap terlalu berlebihan, membuat orang-orang menolehkan mata mereka ke Palembang pun bisa jadi kalimat yang tepat. Lagu dan album mereka pun mendapat ganjaran apresiasi yang sangat positif oleh publik skala nasional bahkan internasional.

((AUMAN)) dan Semakbelukar telah menjadi dua unit yang lagi-lagi memberikan contoh nyata bahwa bermusik tidak harus ke ibukota. Palembang tetap bisa menjadi rumah dan kita bisa bermusik dari sini. Semangat ini mungkin yang diserap band-band setelahnya hingga bisa merilis album sendiri, membuat video klip, ada yang melakukan tur Sumatera, tur Jawa, Bali, hingga ada yang tur sampai ke Singapura dan Malaysia.

Pasca covid mereda ini saya yakin akan semakin banyak lagi teman-teman band dan juga musisi Palembang yang muncul dengan karya barunya. Kita lihat saja.


2. Menurutmu apa tantangan utama yang dihadapi musisi di Palembang dalam mengembangkan karier mereka?

Berbicara karir musisi di Palembang seperti membahas sesuatu yang sangat rumit ya sepertinya hahahahaha. Malah untuk skala Indonesia pun sepertinya sama. Agar tidak terlalu melebar, yang saya bahas dari ranah akar rumput dan sudut pandang saya aja ya.

Secara sederhana tantangannya adalah membuat lagu dan album yang bagus, mempublikasi dan mempromosikannya, menjalin koneksi serta komunikasi yang baik, dan tekun melakukannya.

Core value dari musisi adalah musik yang mereka buat. Setelah itu jadi, pr selanjutnya adalah mempublikasikannya. Internet sekarang sudah menawarkan begitu banyak kemudahan dibanding satu dekade lalu, pergunakan dengan baik. Tur band sudah sangat do-able untuk dilakukan, bahkan ada satu band hardcore punk Palembang, Critical Issues yang sudah melakukan tur dengan rute Sumatera Selatan. Untuk rute lain seperti Sumatera, Jawa, Bali pun sudah banyak band Palembang yang melakukan. Bersosialisasi di kancah musik lokal pun bisa dibilang jadi hal yang krusial. Karena lingkar pertama yang akan mendengarkan musik sebuah band atau musisi adalah teman-temannya. Kalau tidak punya teman terus siapa dong yang dengerin?

Konklusinya adalah rekam, rilis, tur.

Dan konsistensi akan membuahkan hasil.


3. Gimana menurut kamu dukungan masyarakat kota Palembang, pemerintah serta elemen lainnya terhadap musisi di Palembang?

Berkaitan dengan jawaban sebelum ini seperti yang saya bilang lingkar paling kecil yang akan memberikan support adalah lingkar pertemanan. Apapun itu bentuknya. Ketika memasuki lingkaran masyarakat, variabel akan semakin banyak. Karena selera dan demografi semakin besar.

Untuk pemerintah ya sudahlah ya. Saya juga bingung mau bilang apa hahahahaha. Coba sekali-sekali pemerintah bikin list daftar band-band Palembang deh. Masukin juga info diskografinya, udah pernah main di mana aja, udah tur kemana, beli albumnya, dateng ke gignya, biar tau gitu dengan apa yang terjadi di ranah musik lokal Palembang. Jadi kalo misalnya mau membantu udah tau apa yang harus dibantu.


4. Apakah ada kegiatan atau komunitas musik yang aktif di Palembang yang membantu memperkuat ekosistem musik lokal?

Beberapa tahun belakangan kancah musik lokal kita tumbuh dengan organik. Muncul beberapa kolektif yang kemudian menjadi wadah ataupun penggerak di kapasitasnya masing-masing. Rutin membuat gig mingguan/bulanan dan juga aktif membantu band lokal merilis album ataupun mini album.

Di ranah hardcore punk ada Spektakel Klab yang tahun ini akan kembali membuat gelaran Do with Friends Fest-nya dengan mandiri tanpa sponsor, dari punk rock/pop punk ada Youth Generator yang bulan depan bersama Tabarock Musik akan membantu mengorganisir gig The Jansen, The Rang-Rangs, dan Saturday Night Karaoke, ada juga temen-temen Punk to Punk yang tahun lalu membuat fest Palembang for the Punk, ada juga dari Sound Rusak, di indie pop ada Popsicel dan Ear2Ear, dan masih banyak lagi lingkaran-lingkaran lain yang ada di Palembang. Dan yang paling menarik adalah lingkaran-lingkaran ini walaupun berbeda tetap terkoneksi dengan baik, tidak tersekat.


5. Gimana pandanganmu terhadap peran media dalam mempromosikan musik dan musisi di Palembang?

Penting. Beberapa waktu belakangan pun ini jadi hal yang ada di kepala saya. Kenapa musik di Indonesia terkesan Jakarta sentris dan Bandung sentris? Salah satu jawabannya ya karena dua kota tadi “gampang” tersorot media.

Dengan munculnya media asli Palembang seperti Cl-ue sedikit banyak pasti akan berdampak ke musisi dan musik di Palembang. Seminimnya pun ada media yang memberitakan apa yang terjadi di ranah musik kota ini. Dan semakin banyak yang membahas dan mempublikasikan berita musik dari Palembang semakin bagus bukan?

Untuk menutup jawaban ini saya akan meminjam sebuah kutipan dari seorang vokalis band yang pernah mencalonkan diri sebagai Walikota: “Don’t hate the media, become the media.”

Dalam mengahadapi berbagai tantangan yang dihadapi oleh musisi lokal di Kota Palembang, tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan mereka cukup kompleks dan menantang. Masalah utama yang hadir adalah akses ke Industri musik serta sulitnya membuat masyarakat aware dan mempromosikan karya. Memang perjalanan karir musisi membutuhkan waktu, ketekunan dan dedikasi yang tinggi. Dengan mendukung dan mengapresiasi musisi lokal, kita dapat membangun komunitas musik yang kuat di Palembang dan memberikan penghargaan yang pantas bagi musisi lokal kita.

Artikel Oleh:  Bobby Aland

Related Post

Contact us

    SOUTH SUMATERA LIFESTYLE AND CREATIVE MAGAZINE

    Contact Us!