Foto: Junior Zamrud

Burlian Muhazan: Arti Kopi Berbuah Konsistensi

Meika Sambal: Selera Pedas​

PRICE

OPEN
Sun Mon
7 am — 7 pm
SERVE
Coffee

Facilities

Smoking Area

Contact

0812-7434-0547

Pria berkepala tiga yang biasa disapa mas Iyan ini hari-harinya disibukkan dengan Toko Kopi dengan dengan nama Agam Pisan.  Ia punya segudang cerita tentang bagaimana bisnis artisan yang dijalaninya hari ini penuh lika-likunya tersendiri. Perjalanannya dengan industri kopi adalah cerita panjang yang telah digelutinya sejak 2010 silam. Hitugannya, sudah 13 tahun lamanya Ia jajaki bagaimana bisnis ini bisa berjalan dari hulu hingga hilir. Semua ini berawal ketika Ia untuk pertama kalinya bekerja di industri ini sebagai ‘dish washer’ di Jakarta.

Kala itu, setamatnya dari Sekolah Menengah Atas yang tidak Ia lanjuti ke jejang Perguruan Tinggi karena terkendala akan biaya yang mengantarnya untuk merantau dan bekerja di Ibukota. Seorang anak muda yang merantau demi mencari kerja sana-sini. Karena pekerjaan yang tidak menentu, akhirnya Ia memilih pulang. Singkatnya, cukup dengan satu tahun Ia merantau dan lebih memilih pulang ke Palembang saat itu. Tidak banyak yang bisa Ia bekali, kecuali pengalamanya bekerja di Industri yang begitu masif.

Sepulangnya dari merantau tahun 2011, Ia melanjutkan pekerjaannya dibidang yang sama pada salah satu restoran besar yang ada di Palembang. “Kebetulan dapurnya itu deketan banget sama bar, dan disini awal mula saya belajar tentang hal-hal perminuman, cara buat jus, mocktail dan juga kopi”, ungkapnya. Namun, membuat kopi kala itu tidak sama seperti industri coffeeshop hari ini. Momen serta pengalaman yang di kemudian hari jadi bekal bagi Iyan untuk bisa berkecimpung di industri kopi.

Skill baru hasil dari pembelajaran singkatnya mengoprasikan mesin kopi saat bekerja di restoran itu jadi tantangan baru baginya. Akhirnya Ia coba lagi peruntungan di Ibukota tahun 2012. Perantauannya ini membawanya bekerja di salah hotel bintang 5 di Jakarta Pusat selama kurang lebih satu tahun. Selepas dari bekerja di hotel, Iyan tetap bekerja di bidang perkopian. “Tetap bekerja sebagai barista di coffeeshop sana-sini sampai akhirnya saya memilih untuk kembali pulang ke Palembang pada tahun 2014.

Mengedepankan coffee education, orang datang dan bisa melihat barista menyedu sembari bercerita dan menjelaskan metode-metode pebuatan antara V60 atau juga Vietnam Drip

Sepulangnya dari merantau, Iyan semakin fokus dengan bidang yang sudah Ia geluti ini. Menjadi seorang barista di beberapa Coffeshop Palembang kala itu menimbulkan keberaniannya untuk mencoba masuk ke ranah bisnis. Mengawali bisnis ini pun adalah hasil keresahannya juga. Iyan bercerita, “banyak orang bilang kalo Sumsel ini penghasil kopi terbesar, tapi sayangnya orang engga tau dengan nama kopi dari Sumatera Selatan itu sendiri, khususnya kopi Semendo”. Atas kebanggaan dan kecintaannya terhadap kopi, Iyan mengupayakan untuk bisa mengenali kopi Sumatera Selatan lebih jauh lagi.

Berangkat dari keresahaan ini, akhirnya Iyan membuka kedai kopi di akhir tahun 2014 dengan konsep open bar. “Mengedepankan coffee education, orang datang dan bisa melihat barista menyedu sembari bercerita dan menjelaskan metode-metode pebuatan antara V60 atau juga Vietnam Drip diantaranya”, pungkas Iyan. Kedai kopi ini bernama History Coffee, yang pertama kali hadir di depan Polres Jakabaring saat itu. Tempat ngopi sederhana pertamanya ini jadi pijakan awal bagaimana Iyan mengenal ranah bisnis lebih masif.

Di awal tahun 2015, Iyan memberanikan diri untuk membuka Kedai Kopi yang lebih besar lagi. Pemilihan lokasi di Plaju jadi targetnya, dimana History Coffee hadir di depan salah satu kampus swasta di bilang Plaju tersebut. Saat itu, terbilang cukup berhasil karena memang pada tahun itu kompetitor masih belum banyak tersebar di Palembang. Perkembangan bisnis kopi ini kemudian menciptakan banyaknya pengetahun mengenai kopi itu sendiri, khususnya di kalangan pecinta kopi.

Dari sini, Iyan berpikir untuk membangun komunitas bersama pemain kopi dan juga para bartender di Palembang saat itu. Memberi nama Barista Independent Palembang, komunitas ini bertujuan sebagai ruang dan wadah berbagi pengalaman juga ilmu pengetahuan mengenai skill sampai tentang bagaimana industri kopi ini akan berjalan. Perjalanannya ini mengantarnya bertemu orang baru di ranah food & beverage. Ia jadi banyak bekerjasama dengan UMKM, sektor pemerintahan, mengadapan perlombaan, dan lain sebagainya.

Momen ini juga yang mempertemukannya dengan investor saat itu, dimana Iyan memberanikan diri membawa pindah History Coffee ke Simpang Patal di tahun 2015. Tiga tahun berselang bertahan di lokasi tersebut, secara aspek bisnis juga berkembang, akhirnya Iyan mengekspansi dan memindahkan lagi History Coffee ke tengah kota di bilangan Pangeran SW Subekti (dekat Kedaung) dengan nominal angka dari investor yang lebih besar lagi, tepatnya di tahun 2018.

Pada linimasa ini, perkembangan bisnis yang dijalani oleh Iyan bisa dikatakan cukup baik. Karir yang Ia bangun berjalan dengan harmonis. Namun dengan bertambahnya tahun, hadirnya beragam kompetitor yang bermunculan menjadi banyak tantangan yang secara tidak Ia sadari menggoyangkan embrio bisnis yang telah dibangunnya. “Perlahan, History Coffee mulai kehilangan karakternya, dimana pergerakan bisnis memaksa mereka perlahan merubah History Coffee yang jadi tempat ‘coffee education’ jadi hanya sekedar tempat tongkrongan dengan wifi yang memanjakan”.

Sebagai seorang pedagang yang berevolusi menjadi pebisnis, saya harus bisa melihat peluang tapi juga tetap kuat selaras dengan karakternya akan kopi dari Sumater Selatan

Menurutnya, ini adalah keegoisannya akan melihat arus bisnis yang memaksa kompetisi bisnis membawanya ke ranah malah memberikan efek bias pada karakter History Coffee sendiri. Terlalu mengikuti arus pasar menjadikannya lupa akan esensi kopi yang jadi pijakan awal bagi Iyan memulai semua ini. Di tambah lagi, penghujung tahun 2019 dan awal tahun 2020 jadi bencana bagi dunia ini, ketika pandemi tak luput memporakporandakan negeri ini. History Coffee terimbas akan permasalah yang memang tak bisa di elakkan.

Momen ini jadi ujian baginya menjalani bisnis, harapan yang mulai tidak sesuai dan pandemi yang belum juga usai, memojokkannya untuk menutup History Coffee lebih dini. Tepatnya pada tahun 2021, menyelesaikan cerita menjadi ‘history’ (sejarah), namun momen inilah jadi ihwal dari Agam Pisan untuk bisa hadir pertama kali sebagai ide maupun konsep. “Sebagai seorang pedagang yang berevolusi menjadi pebisnis, saya harus bisa melihat peluang tapi juga tetap kuat selaras dengan karakternya akan kopi dari Sumater Selatan”, ungkapnya. Tentu, memulai di industri kopi membawanya tetap konsistensi melihat celah-celah kemungkinan.

Tempat ini punya potensi untuk bisa membangun ekosistem yang memumpuni, walaupun engga mudah tapi harus jadi keyakinan kalo kita bisa secara perlahan, jawabannya adalah konsistensi

Kurang lebih empat bulan lamanya Ia banyak mempelajari skema bisnis, baik secara lokal maupun nasional. Momen ini Ia gunakan untuk pergi ke berbagai kota-kota besar untuk mendapatkan inspirasi. Sampai dimana Ia sampai di Pasar Santa atau juga M Bloc Space yang sama-sama berada di Selatan Jakarta tersebut menginspirasi visinya. Ia tertegun melihat bagaimana tempat-tempat ini memiliki ekosistemnya sendiri. Sepulangnya dari Jakarta, Iyan langsung melakukan survey dan riset kecil-kecilannya membaca perilaku dan ruang gerak dari kemungkinannya menciptakan ekosistem yang mirip-mirip, serupa tapi tak sama.

Pilihannya jatuh kepada Pasar 16 yang memang jadi icon kota Palembang sendiri. “Tempat ini punya potensi untuk bisa membangun ekosistem yang memumpuni, walaupun engga mudah tapi harus jadi keyakinan kalo kita bisa secara perlahan, jawabannya adalah konsistensi”. Dari situ tantangan baru bermunculan di kepala Iyan, memikirkan bagaimana strategi yang menarik dan ketepatan waktu untuk bisa memulai semua ini dengan nahkoda barunya bernama Agam Pisan.

Merubah perilaku konsumen yang pergi ‘ngopi’ ke tempat yang fancy kini bukan lagi jadi acuan para pengunjung yang memang mengerti akan industri ini. Iyan membentuk citra mengenai kopi dan pasar tradisional jadi nilai yang lebih berarti. Terlebih, pendekatan ini adalah cara yang Ia harapkan, sejak dimana untuk pertama kalinya terjun di bidang ini, sampai memahami bagaimana industri ini bergulir, adalah mengenalkan kopi Sumatera Selatan lebih masif lagi.

Berlokasi di lantai 3 nomor 238, Agam Pisan kini bukan lagi jadi hanya sekedar tempat nongkrong di temani kopi. Lebih dari itu, ada dimensi pariwisata yang jadi nilai tukar bagi pengunjung tempat ini. Memiliki view jembatan Ampera yang begitu cantik dipandang, menjadikan Agam Pisan telah jadi pilihan destinasi segala kalangan, orang biasa atau juga berada. baik tua maupun muda, siapa saja datang untuk ‘ngopi di pasar’ ala Agam Pisan.

Artikel Oleh:  Junior Zamrud

Related Post

Contact us

    SOUTH SUMATERA LIFESTYLE AND CREATIVE MAGAZINE

    Contact Us!