Kawasan 7 Ulu pasti yang kita kenal jadi pasar yang sudah semenjadinya berlangsung seperti sampai saat ini, aktivitas pagi sampai malam, transaksi jual beli jadi kehidupan hari-hari. Salah satunya adalah rumah makan satu ini yang punya ciri khas Palembang. Sate Wak Din yang melegenda sejak zaman Belanda ini di jalankan oleh penerusnya hingga yang kini masuk generasi keempat oleh Cek Awa dan anaknya Ahmad Marzuki yang jadi generasi kelima. Wak Din sendiri telah berpulang pada tahun 1973, dimana usaha kuliner ini diteruskan oleh anak Wakdin, yaitu Haji Ujang Wahidin yang berpulang pada tahun 2010, beliau adalah bapak kandung dari Cek Awa.
Penamaan Wak Din di ambil dari nama asli Haji Mahmud Wahidin yang setelah zaman kemerdekaan mulai meneruskan resep turun-menurun ini. Di zaman Belanda, ‘branding’ sate Wak Din belum terbentuk dan juga tidak langsung punya tempat seperti saat ini. Dulunya masih dipikul berkeliling daerah pasar. Beliau sempat berjualan di bawah proyek (bapro). Sekitar 30 tahun yang lalu baru mulai berjualan di tempat yang ada saat ini, yaitu di jalan KH. Azhari, 7 Ulu, Kecamatan Sebrang Ulu 1, Palembang.
Terlepas dari sejarahnya yang begitu panjang, sudah pasti tempat ini jadi destinasi kuliner bagi warga lokal maupun pengunjung dari luar kota. Cek Awa bercerita, “dulunyo makan disini terus merantau sampe ke luar negeri, balek ke Palembang masih be makan di tempat kami”. Sederet nama orang terkenal pun sudah pernah makan di tempat ini. Cek Awa mengatakan, “dari dulu la banyak uwong hebat yang makan disini”.
Setelah punya tempat sendiri, sate Wak Din baru menyajikan beragam menu tambahan makanan khas Palembang lainnya, seperti sate hati sapi, ada juga sate kukus (berupa sate ikan gabus yang ungkep dengan daun) yang hanya di jual seminggu sekali saja. Alasannya karena tidak banyak peminat dari sate ikan ini, tapi masih ada penikmatnya.
Rumah makan ini juga menjual nasi minyak, ayam kecap serta ayam kari, juga menyajikan sop ayam dan daging, soto ayam, babat dan daging. Ada juga pindang ayam dan daging, juga pindang patin serta brengkes patin. Selain itu rumah makan Sate Wak Din juga menghidangkan daging malbi, rendang, paru-paru goreng, telur pindang (telur bebek), dan masih banyak lagi. Tidak lupa, ada sambal nanas yang jadi karakter asli makanan khas Palembang.
Untuk satenya sendiri bisa di katakan punya ukuran yang besar dari sate ayam atau sate daging yang biasa kita jumpai di banyak tempat. Terlebih sate daging ayam dan daging sapi yang kami pesan benar-benar terasa lembut dengan tekstur yang tidak keras. Satu porsinya berisikan lima tusuk, dimana setiap tusuk ada tiga potongan daging.
Bumbunya satenya sendiri punya ‘signature’, tidak sepert sate dengan bumbu kecap / kacang pada umumnya yang mudah kita temui. Di tempat ini, sate Wak Din hanya menggunakan kecap yang ketika kita cicipi terasa begitu pedas. Karena itu banyak orang yang bilang kalau sate dari Wak Din adalah sensasi makan sate dengan “cuko pempek” Padahal, kuah dari sate ini bukanlah cuko pempek pada umumnya, melainkan hanya kecap manis yang memang terasa asin juga cukup pedas dan lebih gurih.
Rumah makan ini buka setiap hari, dari jam 9 pagi sampai jam 10 malam. Pengunjung paling ramai ada di jam makan siang, walaupun untuk makan malam pun masih bisa kita pesan beragam menu yang masih tersedia. Perkembangan teknologi informasi juga tidak luput dari perannya membangun bisnis keluarga ini. Semua menu bisa kita pesan melalui aplikasi online yang familiar bagi para users piranti cerdas.
Artikel Oleh: Junior Zamrud