Bagi sebagian para pelaku industri kreatif, khususnya di lingkup seni musik dan pengorganisiran pertunjukan musik, sepertinya menyambut riang kedatangan dari Synchronize Radio dan juga Synchronize Fest yang sedang mengadakan tur program diskusi di bulan Januari ini ke lima kota yang ada di pulau Sumatera, dimulai dari Medan, Pekanbaru, Padang, Palembang, dan nantinya rangkaian ini berakhir di kota Jambi. Di setiap kota pun di datangkan berbagai nama-nama yang punya pengalaman di bidangnya masing-masing, juga disematkan satu pelaku industri tiap kota yang disinggahi.
Khususnya di Palembang, tepat di hari Sabtu tanggal 21 Januari lalu rangkaian ini berlangsung di Bun Kopi yang ada di jalan Kancil Putih No. 36, Demang Lebar Daun. Selain Sychronize yang notaben dari pulang sebrang, acara diskusi ini juga dijalankan oleh Demajors Palembang yang juga bagian dari Synchronize itu sendiri. Hari semakin gelap, semua mulai berkumpul di jam tujuh malam sembari menunggu yang lain datang.
Sangat terasa suasana akrab bagi tiap audiens yang hadir, rata-rata bisa terlihat saling mengenal satu sama lain, baik sebagai performer, para pengorganisir acara musik akar rumput juga komersil, sampai tiap individu-individu dari komunitasnya masing-masing. Hal ini cukup penting bisa kita saksikan karena kesadaran untuk mau mendapatkan pengetahuan di bidangnya makin mendefinisikan urgensi akan berjalannya industri kreatif itu sendiri.
Kurang lebih diskusi ini berlangsung hampir tiga jam lamanya, selain memang ulasan yang cukup panjang, ada banyak pengunjung yang bertanya untuk bisa mendapatkan jawaban dari tiap pembicara. Ada Rian Pelor sebagai Jurnalis Musik yang berdomisili di Palembang. Selain itu, Rully Shabara sebagai vokalis dari Senyawa, grup musik eksperimental asal Yogyakarta. Di hadirkan juga Indra Ameng selaku manajer dari White Shoes & The Couples Company. Serta yang terakhir ada David Karto sebagai Festival Director Synchronize Fest. Program diskusi ini di moderatori oleh Arie Dagienkz.
Waktu hampir mendekati jam setengah delapan dan sesi pertama dibuka oleh Riang Pelor dan David Karto. Sebagai jurnalis musik, Rian Pelor melihat bagaimana proses kreatif baik di Palembang atau juga sebagai pulau Sumatera yang kini sangat mudah dalam mengakses teknologi informasi dan memfasilitasi kota-kota di luar pulau Jawa menjadikan pergerakan musik semakin disruptif. Ia juga menekankan, “memahami kesalahan itu jadi proses pembelajaran belasan tahun”. Melihat pentingnya perjalanan proses menjadi satu metode pembelajaran tersendiri.
Selain itu, David Karto juga membahas awal dari rangkaian sejarah juga perjuangan bagaimana Synchronize bisa sampai di fasenya hari ini, serta bagaimana festival musik harus punya dampak bagi kota yang menempatinya. Hal ini sebagai cerminan juga jadinya tentang kota itu sendiri. Walaupun terdengar klise, namun semua itu adalah proses. Synchronize yang beranjak dari acara kecil-kecilan yang mandiri, namun dengan konsep serta eksekusi yang kuat, bisa mendefinisikan apa yang dimaksud dari festival musik itu sendiri. “Memahami industri secara organik sebagai proses tapi juga ditempuh sampai ke hal-hal yang sifatnyat sistematis, dan yang terpenting adalah kontinuitas”, ungkap David Karto selaku Festival Director dari Synchronize Fest.
Sesi kedua berlanjut oleh dua pembicara yang sudah bersiap sebelumnya. Indra Ameng menceritakan pengalamannya sebagai manajer band yang sudah menjajal di 5 benua yang berbeda. Ia punya pengalaman berkesenian sejak dari kampus dan ruang kreatifnya bersama Ruang Rupa. Ia bercerita tentang pentingnya bagaimana cara menyampaikan pesan yang di tujukan ke audiens itu tepat guna. Ia menambahkan, “kebutuhan narasi jadi ukuran sangat penting, tentang bagaimana pesan yang mau di sampaikan tepat ke sasaran dengan sederhana”.
Ada juga Rully Shabara yang menceritakan pengalamannya bermain musik eksperimental bersama Senyawa yang sudah menjalankan tur keliling dunia. Belakangan, Ia sedang terlibat dalam penggarapan festival musik secara mandiri yang akan berhelat di Yogyakarta. Ia menambahkan, “menguji hal baru juga sama pentingnya sebagai bentuk eksperimen dan yang menunjang untuk menggerakkan terjadinya ekosistem simultan”.
Sesi diskusi ini ditutup dengan momen foto bersama bagi tiap pembicara dan juga para peserta yang datang malam itu. Waktu sudah menunjukkan jam sepuluh lewat, sembari perlahan membubarkan diri setelah ditutup oleh moderator, atau juga masih bertegur sapa satu sama lain atau masih ada yang meminta foto bersama. Momen dari program diskusi ini bisa melihat dalam mengupayakan kebutuhan festival musik sesuai kompleksitas kota masing-masing.